Salam kenal untuk para pembaca yang budiman... Perkenalkanlah, kami
adalah sebagian kecil orang desa dari sekian banyak orang desa yang
menjadi rakyat di republik ini. Dan ketika semua orang ramai-ramai
membincang nasionalisme, maka ijinkanlah kami untuk berbicara jujur.
Bahwa kami sebagai orang desa, sama sekali tidak mengerti apa-apa
tentang nasionalisme itu, dan sekaligus tidak memilikinya. Jadi, tolong
dengarkan sejenak pengakuan kami yang sederhana ini. Dan mohon maaf
sebelumnya...
Kalau yang disebut nasionalisme itu adalah
melakukan demonstrasi kesana kemari sembari merusak harta rakyat, maka
kami bukan golongan yang punya nasionalisme. Sebab jalannya nasehat di
lingkungan tetangga kami dilakukan dengan nuansa kekeluargaan dan
sedikit sekali teriakan terdengar. Kami lebih suka menasehati baik-baik
ketimbang merusak.
Kalau nasionalisme itu ditandai dengan
adanya kepemilikan bendera merah-putih, berarti kami belum punya
nasionalisme. Sebab – tentu saja kami dan tetangga kami tak punya
bendera merah-putih itu. Yang kami punya cuma seragam putih-merah milik
anak dan cucu kami. Sebenarnya, malu juga kalau tidak mampu membeli
bendera sekecil itu, tapi kami merasa lebih malu lagi kalau anak kami
tidak bisa ke sekolah. Tolong maklumilah kami yang serba kekurangan ini.
Kalau
seorang pejabat disebut orang yang paling mengerti apa itu
nasionalisme, maka – sekali lagi kami belum punya hal itu. Kalian tahu,
arti kata oposisi dan koalisi saja kami tidak paham, yang kami paham
cuma istilah saling menasehati dan saling tolong, itu saja.
Kalau
orang-orang yang berbaris saat upacara agustus-an adalah mereka yang
punya nasionalisme, maka – lagi-lagi kami tidak punya nasionalisme. Kami
harus pergi ke sawah dan tidak punya waktu untuk berdiri santai di
lapangan. Biarkanlah barisan padi atau tanaman kami di sawah ini menjadi
saksi, bahwa sebenarnya kami sangat ingin berbaris di lapangan itu
untuk menghormati perjuangan dan pengorbanan para leluhur kami.
Biarkanlah sawah ini yang menjadi lapangan upacara kami.
Kalau
ketika seseorang yang hafal Undang-undang Dasar 1945, Pancasila, Sumpah
Pemuda, dan teks negara lainnya dikatakan orang yang punya
nasionalisme, maka kami mohon maaf karena belum hafal teks-teks
kebangsaan itu. Yang kami hafal cuma doa-doa shalat dan bacaan tahlilan.
Kami tak punya waktu untuk menghafal itu semua dan kepala kami sudah
penuh sesak dengan seabrek masalah.
Dan kalau kalian sebut
nasionalisme itu cinta tanah air, maka untuk yang satu ini kami akan
berteriak dengan lantang, “Cukup sudah! Kami bosan dengan permainan
istilah dan definisi yang selalu saja membutakan mata hati kita. Tolong
dengarkanlah pengakuan kami. Kami cinta desa kami, beserta seluruh desa
lainnya di sentero nusantara ini. Kami juga cinta para tetangga kami,
serta semua tetangga yang ada di Sabang sampai Merauke sana, mereka
tetangga jauh kami. Dan, kalau kalian merasa lebih mengerti tentang arti
nasionalisme, maka ajarkanlah kami tentang pengorbanan, kejujuran,
kesederhanaan, dan istiqomah terlebih dahulu!”
0 comments:
Posting Komentar